Tugas Etika Profesi (Standar Teknik dan Manajemen)

PELAKSANAAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) BERDASARKAN OHSAS 18001: 2007 PADA UNIT SPINNING V PT. SINAR PANTJA DJAJA (PT. SPD) DI SEMARANG TAHUN 2014


     PT. SPD merupakan perusahaan industri nasional yang bergerak dalam bidang pemintalan (spinning) benang yang melalui berbagai tahap dalam proses pembuatannya. Angka kecelakaan yang terdapat di perusahaan pada tahun 2013 sebanyak 33 kasus dan hingga februari 2014 terdapat kecelakaan sebanyak 7 kasus. Karyawan yang terdapat dalam perusahaan berhak mendapatkan perlindungan sesuai dengan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan manajemen perusahaan sesuai dengan UU No.13 tahun 2002 pasal 87 tentang Ketenagakerjaan. Stadarisasi yang diperlukan untuk mencegah kecelakaan kerja yaitu SMK3. Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja adalah bagian sistem manajemen yang meliputi organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan, prosedur proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian pemeliharan kebijakan kesehatan dan keselamatan dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja agar tercipta tempat kerja yang aman dan produktif (Sastrohadiwiryo, 2005).
      Berdasarkan hasil penelitian adapun komposisi penilaian penerapan SMK3 sebanyak 150 poin dari 17 elemen utama OHSAS 18001 yang meliputi, pertama tingkat pencapaian 0- 59% atau setara dengan penerapan OHSAS 18001 sebanyak 89 poin akan dikenakan tindakan hukum, kedua tingkat pencapaian 60-84% atau setara dengan penerapan OHSAS 18001 sebanyak 90-126 poin mendapat srtifikat dan bendera perak, ketiga tingkat pencapaian 85-100% atau setara dengan penerapan OHSAS 18001 sebanyak 127-150 poin mendapat srtifikat dan bendera emas.
    Hasil penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001: 2007 pada PT. SPD Semarang telah melaksanakan 131 poin dari total 150 poin penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001: 2007 atau setara dengan pencapaian penerapan sebesar 87,3%. Selain itu juga terdapat poin-poin yang belum sesuai dengan penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001 sebesar 10 poin atau setara dengan 6,7%. Serta poin-poin yang tidak terpenuhi berdasarkan OHSAS 18001 sebesar 9 poin atau setara dengan 6%. Poin-poin yang tidak sesuai dengan penerapan SMK3 harus diperbaiki untuk meningkatkan standarisasi perusahaan. Poin-poin yang tidak sesuai diantaranya yaitu mengenai gambaran umum, perusahaan baru menerapkan SMK3 berdasarkan Permenaker No.5 tahun 1996 dan belum menerapkan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001. Selanjutnya elemen perundangan dan persyaratan K3 yang tidak terdapat pada Permenaker No. 5 tahun 1996 yang PT. SPD terapkan. Sehingga, kondisi ini tidak sesuai dengan OHSAS 18001. Selain itu elemen lain yang tidak sesuai dengan OHSAS 18001 diantaranya, elemen sumberdaya, peran, tanggung jawab dan wewenang, elemen kompetensi, pelatihan dan kepedulian, elemen pendokumentasian elemen pengendalian operasi serta elemen kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Perusahaan harus melakukan perbaikan mengenai elemen-elemen yang tidak sesuai dengan OHSAS 18001.
      Kesimpulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yaitu penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001 di PT. SPD menunjukkan jumlah pencapaian sebanyak 131 poin atau 87,3% dari 150 poin OHSAS 18001. Poin yang tidak sesuai dengan OHSAS 18001 sebesar 10 poin atau setara dengan 6,7%. Dan untuk poin-poin yang tidak terpenuhi berdasarkan OHSAS 18001 sebesar 9 poin atau setara dengan 6%. Berdasarkan penilaian penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001 pada PT. SPD Semarang termasuk dalam kategori perusahaan dengan tingkat penilaian penerapan baik atau setara dengan perolehan sertifikat bendera emas, walaupun PT. SPD Semarang belum pernah melakukan audit SMK3 sertifikat bendera emas.

Sumber:
Widowati, Evi dan Korry Apriadi. 2015. Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Smk3) Berdasarkan Ohsas 1800: 2007 pada Unit Spinning V PT. Sinar Pantja Djaja (PT. SPD) di Semarang Tahun 2014. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Sastrohadiwiryo, Susanto. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Perencanaan Organisasi (Kewirausahaan)



PERENCANAAN ORGANISASI


Perencanaan yang terdapat pada organisasi adalah suatu proses kegiatan pemikiran dan penentuan prioritas yang harus dilakukan secara menyeluruh sebelum melakukan tindakan yang sebenar-benarnya dalam rangka mencapai tujuan. Fungsi perencanaan pada dasarnya adalah suatu proses pengambilan keputusan sehubungan dengan hasil yang diinginkan, dengan penggunaan sumber daya dan pembentukan suatu sistem komunikasi yang memungkinkan pelaporan dan pengendalian hasil akhir serta perbandingan hasil-hasil tersebut dengan rencana yang di buat. Banyak kegunaan dari pembuatan perencanaan yakni terciptanya efesiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan perusahaan, dapat melakukan koreksi atas penyimpangan sedini mungkin, mengidentifikasi hambatan-hambatan yang timbul menghindari kegiatan, pertumbuhan dan perubahan yang tidak terarah dan terkontrol.
            Perencanaan organisasional mempunyai dua maksud yaitu perlindungan dan kesepakatan (protecrive dan afi'innative). Maksud protektif adalah meminimisasi resiko dengan mengurangi ketidak pastian disekitar kondisi bisnis dan menjelaskan konsekuensi tindakan menejerial yang berhubungan. Tujuan alimiatif adalah untuk meningkatkan tingkat keberhasilan organisasional. Selain itu, tujuan perencanaan adalah membentuk usaha terkoordinasi, dalam organisasi. Tanpa adanya perencanaan biasanya disertai dengan tidak adanya koordinasi dan timbulnya ketidak egscienan.
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah. mengemukakan enam belas garis pedoman umum ketika mengorganisasi sumber daya-sumber daya :
1.      Menyiapkan dan melaksanakan rencana operasional secara bijaksana
2.      Mengorganisasi aset kemanusiaan dan bahan sehingga konsisten dengan tujuan-tujuan sumber daya
3.      Menetapkan wewenang tunggal, kompeten, energik
4.      Mengkoordinasikan semua aktivitas-aktivitas dan usaha-usaha
5.      Merumuskan keputusan yang jelas dan tepat
6.      Menyusun bagi seleksi yang efisien sehingga tiap-tiap departemen dipimpin oleh seorang manajer
7.      Mendefinisikan tugas-tugas
8.      Mendorong inisiatif dan tanggung jawab
9.      Memberikan balas jasa yang adil dan sesuai bagi jasa yang diberikan
10.    Memberikan sanksi terhadap kesalahan dan kekeliruan
11.    Mempertahankan disiplin
12.    Menjamin bahwa kepentingan individu konsisten dengan kepentingan umum dari organisasi
13.    Mengakui adanya satu komando/pimpinan
14.    Mempromosikan koordinasi bahan dan kemanusiaan
15.    Melembagakan dan memberlakukan pengawasan
16.    Menghindari adanya pengaturan, birokrasi dan kertas kerja
            Dalam pembagian tenaga kerja terdapat bebagai keuntungan maupun kerugian yang terdapat pada suatu organisasi. Berikut adalan keuntungan pembagian tenaga kerja.
1.  Pekerja berspesialisasi dalam tugas tertentu sehingga keterampilan dalam tugas tertentu meningkat
2.  Tenaga kerja tidak kehilangan waktu dari satu tugas ke tugas yang lain
3.  Pekerja memusatkan diri pada satu pekerjaan dan membuat pekerjaan lebih mudah dan efisien
4.  Pekerja hanya perlu mengetahui bagaimana melaksanakan bagian tugas dan bukan proses keseluruhan produk
                  Selain keutungan pembagian tenaga kerja terdapat juga kerugian pembagian tenaga kerja. Berikut ini adalah kerugian pembagian tenaga kerja.
1.   Pembagian kerja hanya dipusatkan pada efisiensi dan manfaat ekonomi yang mengabaikan variabel manusia
2.   Kerja yang terspesialisasi cenderung menjadi sangat membosankan yang akan berakibat tingkat produksi menurun
Menurut Chester Bernard, akan makin banyak perintah manajer yang di terima dalam jangka panjang apabila terdapat hal-hal mengenai:
1.   Saluran formal dari komunikasi digunakan oleh manajer dan dikenal semua anggota organisasi
2.   Tiap anggota organisasi telah menerima saluran komunikasi formal melalui mana dia menerima perintah
3.   Lini komunikasi antara manajer bawahan bersifat langsung
4.   Rantai komando yang lengkap
5.   Manajer memiliki keterampilan komunikasi yang memadai
6.   Manajer menggunakan lini komunikasi formal hanya untuk urusan organisasional
7.   Suatu perintah secara otentik memang berasal dari manajer

Sumber:
Wiratmo, Maskur. Pengantar Kewiraswastaan-kerangka dasar memasuki dunia bisnis. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta. 1996
.