Tugas Etika Profesi (Standar Teknik dan Manajemen)

PELAKSANAAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) BERDASARKAN OHSAS 18001: 2007 PADA UNIT SPINNING V PT. SINAR PANTJA DJAJA (PT. SPD) DI SEMARANG TAHUN 2014


     PT. SPD merupakan perusahaan industri nasional yang bergerak dalam bidang pemintalan (spinning) benang yang melalui berbagai tahap dalam proses pembuatannya. Angka kecelakaan yang terdapat di perusahaan pada tahun 2013 sebanyak 33 kasus dan hingga februari 2014 terdapat kecelakaan sebanyak 7 kasus. Karyawan yang terdapat dalam perusahaan berhak mendapatkan perlindungan sesuai dengan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan manajemen perusahaan sesuai dengan UU No.13 tahun 2002 pasal 87 tentang Ketenagakerjaan. Stadarisasi yang diperlukan untuk mencegah kecelakaan kerja yaitu SMK3. Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja adalah bagian sistem manajemen yang meliputi organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan, prosedur proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian pemeliharan kebijakan kesehatan dan keselamatan dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja agar tercipta tempat kerja yang aman dan produktif (Sastrohadiwiryo, 2005).
      Berdasarkan hasil penelitian adapun komposisi penilaian penerapan SMK3 sebanyak 150 poin dari 17 elemen utama OHSAS 18001 yang meliputi, pertama tingkat pencapaian 0- 59% atau setara dengan penerapan OHSAS 18001 sebanyak 89 poin akan dikenakan tindakan hukum, kedua tingkat pencapaian 60-84% atau setara dengan penerapan OHSAS 18001 sebanyak 90-126 poin mendapat srtifikat dan bendera perak, ketiga tingkat pencapaian 85-100% atau setara dengan penerapan OHSAS 18001 sebanyak 127-150 poin mendapat srtifikat dan bendera emas.
    Hasil penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001: 2007 pada PT. SPD Semarang telah melaksanakan 131 poin dari total 150 poin penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001: 2007 atau setara dengan pencapaian penerapan sebesar 87,3%. Selain itu juga terdapat poin-poin yang belum sesuai dengan penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001 sebesar 10 poin atau setara dengan 6,7%. Serta poin-poin yang tidak terpenuhi berdasarkan OHSAS 18001 sebesar 9 poin atau setara dengan 6%. Poin-poin yang tidak sesuai dengan penerapan SMK3 harus diperbaiki untuk meningkatkan standarisasi perusahaan. Poin-poin yang tidak sesuai diantaranya yaitu mengenai gambaran umum, perusahaan baru menerapkan SMK3 berdasarkan Permenaker No.5 tahun 1996 dan belum menerapkan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001. Selanjutnya elemen perundangan dan persyaratan K3 yang tidak terdapat pada Permenaker No. 5 tahun 1996 yang PT. SPD terapkan. Sehingga, kondisi ini tidak sesuai dengan OHSAS 18001. Selain itu elemen lain yang tidak sesuai dengan OHSAS 18001 diantaranya, elemen sumberdaya, peran, tanggung jawab dan wewenang, elemen kompetensi, pelatihan dan kepedulian, elemen pendokumentasian elemen pengendalian operasi serta elemen kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Perusahaan harus melakukan perbaikan mengenai elemen-elemen yang tidak sesuai dengan OHSAS 18001.
      Kesimpulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yaitu penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001 di PT. SPD menunjukkan jumlah pencapaian sebanyak 131 poin atau 87,3% dari 150 poin OHSAS 18001. Poin yang tidak sesuai dengan OHSAS 18001 sebesar 10 poin atau setara dengan 6,7%. Dan untuk poin-poin yang tidak terpenuhi berdasarkan OHSAS 18001 sebesar 9 poin atau setara dengan 6%. Berdasarkan penilaian penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001 pada PT. SPD Semarang termasuk dalam kategori perusahaan dengan tingkat penilaian penerapan baik atau setara dengan perolehan sertifikat bendera emas, walaupun PT. SPD Semarang belum pernah melakukan audit SMK3 sertifikat bendera emas.

Sumber:
Widowati, Evi dan Korry Apriadi. 2015. Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Smk3) Berdasarkan Ohsas 1800: 2007 pada Unit Spinning V PT. Sinar Pantja Djaja (PT. SPD) di Semarang Tahun 2014. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Sastrohadiwiryo, Susanto. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Perencanaan Organisasi (Kewirausahaan)



PERENCANAAN ORGANISASI


Perencanaan yang terdapat pada organisasi adalah suatu proses kegiatan pemikiran dan penentuan prioritas yang harus dilakukan secara menyeluruh sebelum melakukan tindakan yang sebenar-benarnya dalam rangka mencapai tujuan. Fungsi perencanaan pada dasarnya adalah suatu proses pengambilan keputusan sehubungan dengan hasil yang diinginkan, dengan penggunaan sumber daya dan pembentukan suatu sistem komunikasi yang memungkinkan pelaporan dan pengendalian hasil akhir serta perbandingan hasil-hasil tersebut dengan rencana yang di buat. Banyak kegunaan dari pembuatan perencanaan yakni terciptanya efesiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan perusahaan, dapat melakukan koreksi atas penyimpangan sedini mungkin, mengidentifikasi hambatan-hambatan yang timbul menghindari kegiatan, pertumbuhan dan perubahan yang tidak terarah dan terkontrol.
            Perencanaan organisasional mempunyai dua maksud yaitu perlindungan dan kesepakatan (protecrive dan afi'innative). Maksud protektif adalah meminimisasi resiko dengan mengurangi ketidak pastian disekitar kondisi bisnis dan menjelaskan konsekuensi tindakan menejerial yang berhubungan. Tujuan alimiatif adalah untuk meningkatkan tingkat keberhasilan organisasional. Selain itu, tujuan perencanaan adalah membentuk usaha terkoordinasi, dalam organisasi. Tanpa adanya perencanaan biasanya disertai dengan tidak adanya koordinasi dan timbulnya ketidak egscienan.
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah. mengemukakan enam belas garis pedoman umum ketika mengorganisasi sumber daya-sumber daya :
1.      Menyiapkan dan melaksanakan rencana operasional secara bijaksana
2.      Mengorganisasi aset kemanusiaan dan bahan sehingga konsisten dengan tujuan-tujuan sumber daya
3.      Menetapkan wewenang tunggal, kompeten, energik
4.      Mengkoordinasikan semua aktivitas-aktivitas dan usaha-usaha
5.      Merumuskan keputusan yang jelas dan tepat
6.      Menyusun bagi seleksi yang efisien sehingga tiap-tiap departemen dipimpin oleh seorang manajer
7.      Mendefinisikan tugas-tugas
8.      Mendorong inisiatif dan tanggung jawab
9.      Memberikan balas jasa yang adil dan sesuai bagi jasa yang diberikan
10.    Memberikan sanksi terhadap kesalahan dan kekeliruan
11.    Mempertahankan disiplin
12.    Menjamin bahwa kepentingan individu konsisten dengan kepentingan umum dari organisasi
13.    Mengakui adanya satu komando/pimpinan
14.    Mempromosikan koordinasi bahan dan kemanusiaan
15.    Melembagakan dan memberlakukan pengawasan
16.    Menghindari adanya pengaturan, birokrasi dan kertas kerja
            Dalam pembagian tenaga kerja terdapat bebagai keuntungan maupun kerugian yang terdapat pada suatu organisasi. Berikut adalan keuntungan pembagian tenaga kerja.
1.  Pekerja berspesialisasi dalam tugas tertentu sehingga keterampilan dalam tugas tertentu meningkat
2.  Tenaga kerja tidak kehilangan waktu dari satu tugas ke tugas yang lain
3.  Pekerja memusatkan diri pada satu pekerjaan dan membuat pekerjaan lebih mudah dan efisien
4.  Pekerja hanya perlu mengetahui bagaimana melaksanakan bagian tugas dan bukan proses keseluruhan produk
                  Selain keutungan pembagian tenaga kerja terdapat juga kerugian pembagian tenaga kerja. Berikut ini adalah kerugian pembagian tenaga kerja.
1.   Pembagian kerja hanya dipusatkan pada efisiensi dan manfaat ekonomi yang mengabaikan variabel manusia
2.   Kerja yang terspesialisasi cenderung menjadi sangat membosankan yang akan berakibat tingkat produksi menurun
Menurut Chester Bernard, akan makin banyak perintah manajer yang di terima dalam jangka panjang apabila terdapat hal-hal mengenai:
1.   Saluran formal dari komunikasi digunakan oleh manajer dan dikenal semua anggota organisasi
2.   Tiap anggota organisasi telah menerima saluran komunikasi formal melalui mana dia menerima perintah
3.   Lini komunikasi antara manajer bawahan bersifat langsung
4.   Rantai komando yang lengkap
5.   Manajer memiliki keterampilan komunikasi yang memadai
6.   Manajer menggunakan lini komunikasi formal hanya untuk urusan organisasional
7.   Suatu perintah secara otentik memang berasal dari manajer

Sumber:
Wiratmo, Maskur. Pengantar Kewiraswastaan-kerangka dasar memasuki dunia bisnis. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta. 1996
.


Keselamatan dan Kesehatan Kerja



Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan kerja seperti cacat dan kematian. Kebanyakan perbuatan atau perilaku yang tidak selamat menimbulkan kecelakaan, dan kecelakaan mendatangkan kerugian. Keselamatan kerja juga menghindari kerugian langsung maupun tidak langsung akibat dari kecelakaan kerja.  Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan cara melakukan pekerjaan tersebut. Keselamatan kerja bukan hanya untuk kebaikan pekerja saja namun juga orang disekitar pekerja atau lingkungan kerja akan mendapatkan manfaat apabila pekerjaan yang dilakukan selamat dari kecelakaan atau bahaya. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak diharapkan karena kejadian tersebut tidak terdapat unsur kesengajaan didalamnya. Peristiwa kecelakaan juga disertai adanya kerugian material ataupun penderitaan dari paling ringan sampai dengan paling berat (Suma’mur, 2001).
Kesehatan kerja adalah kondisi yang dapat mempengaruhi para karyawan. Gangguan kesehatan kerja dampak yang terasa secara langsung dan tidak langsung. Dampak secara langsung adalah gangguan kesehatan kerja yang dirasakan seketika itu juga oleh karyawan. Dampak tidak langsung adalah gangguan pada kesehatan yang dirasakan oleh karyawan setelah jangka waktu tertentu. Ketika gangguan kesehatan mulai terasa maka akan berpengaruh terhadap banyak aspek salah satunya menurunnya tingkat produktivitas dari karyawan. Gangguan kesehatan yang dialami oleh karyawan dapat bersifat tidak permanen maupun permanen (Simanjuntak, 1994). 

Kecelakaan Kerja
Menurut teori Domino Heinrich, suatu kecelakaan bukanlah suatu peristiwa tunggal kecelakaan ini merupakan hasil dari serangkaian penyebab yang saling berkaitan. Jika satu Domino jatuh maka Domino ini akan menimpa Domino- domino yang lainnya hingga Domino yang terakhir pun jatuh, artinya kecelakaan. Jika salah satu dari Domino (sebab-sebab) itu dihilangkan, misalnya, kita melakukan  tindakan  keselamatan  kerja  yang  benar,  maka  tidak  akan  ada kecelakaan (Ridley,2004)
Terdapat dua kerugian akibat kecelakaan. Kerugian itu dapat dilihat sebagai berikut:
a. Kerugian yang terlihat diantaranya adalah kerusakan pada bagian mesin, pesawat, alat kerja, bahan, proses, tempat dan lingkungan kerja mungkin rusak karena kecelakaan; kekacauan organisasi, akibat kerusakan tersebut terjadilah kekacauan organisasi dalam proses produksi; keluhan dan kesedihan, orang yang tertimpa kecelakaan mengeluh dan menderita sedangkan keluarga dan kawan-kawan akan bersedih hati; kelainan dan cacat, kecelakaan tidak jarang berakibat luka-luka, terjadinya kelainan tubuh dan cacat; kematian, kecelakaan bahkan dapat merenggut nyawa dan brakibat kematian.
b.  Kerugian  yang  terselubung,  padatahun  1959  Heinrich  menyusun  daftar kerugian terselubung akibat kecelakaan kerja yaitu, kerugian akibat hilangnya waktu karyawan yang luka; kerugian akibat hilangnya waktu karyawan yang berhenti kerja karena rasa ingin tahu, rasa simpati, membantu menolong karyawan yang luka, alasan-alasan lain. Kerugian akibat hilangnya waktu bagi mandor, para pimpinan lainnya antara lainkarena membantu karyawan yang luka, menyelidiki  penyebab  kecelakaan,  mengatur agar proses produksi  di tempat karyawan yang luka tetap dapat dilanjutkan oleh karyawan lainnya, memilih dan melatih ataupun menerima karyawan baru untuk menggantikan posisi karyawan yang terluka, menyiapkan laporan peristiwa kecelakaan atau menghadapi dengan pendapat sebelum dikeluarkannya suatu penjelasan resmi (Sudrajana, 1996).

Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja  
Kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian  yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai  setiap  perbuatan  atau  kondisi  tidak  selamat  yang  dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat (Silalahi, 1995).
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak. Tujuan  dari  keselamatan  dan  kesehatan  kerja adalah setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis, setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin, semua hasil produksi dipelihara keamanannya, adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai, meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja (Mangkunegara, 2002).

Perencanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
            Perencanaan  adalah  merupakan  keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang terhadap hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan,  maka  harus  dilakukan  secara  sistematis,  terorganisir  dan  hasilnya harus dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan yang ada. Hal yang perlu diketahui  dalam  perencanaan  K3  sekurang-kurangnya  ada  empat  hal  yaitu masalah-masalah K3 yag dihadapi, program-program kegiatan harus kongrit dan arahkan untuk pencapaian tujuan dan sasaran K3, cara untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran K3 dengan memperhatikan sumber-sumber daya, konsistensi dan skala prioritas. Penetapan jangka waktu pencapaian tujuan dan sasaran K3 (Siagian,2003).
Langkah-langkah perencanaan yang perlu diperhatikan oleh setiap perencanaan   disarankan   adalah   perencanaan   yang   efektif   dimulai   dengan perincian tujuan sasaran K3 secara lengkap dan jelas dengan mendasarkan pada tujuan dan sasaran sebagaimana dimaksud dalam  Undang-undang No.1  tahun 1970, karena tujuan dan sasaran yang tidak jelas akan sulit untuk dimengerti dan sulit untuk merencanakan program-program kegiatan. Setelah tujuan dan sasaran K3 ditetapkan langkah berikutnya menentukan program-program kegiatan yang didasarkan pada kebijakan K3. Kebijakan tentang K3 merupakan suatu pedoman yang akan mengarahkan sekaligus membatasi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh setiap personal yang terlibat dalam pelaksanaannya. Menganalisa dan menetapkan cara dan sarana untuk melaksanakan program kegiatan guna pencapaian  tujuan  dan  sasaran  K3  berdasarkan  kebijakan  K3  yang  telah ditetapkan (Siagian,2003).

Tujuan dan Manfaat Keselamatan dan Kesehatan Kerja
 Tujuan dan manfaat dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a.  Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b.  Agar  setiap  perlengkapan  dan  peralatan  kerja  digunakan  sebaik-baiknya seselektif mungkin.
c.   Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d.  Agar  adanya  jaminan  atas  pemeliharaan  dan  peningkatan  kesehatan  gizi pegawai.
e.   Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f.     Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
g.  Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.Tujuan dan manfaat dari keselamatan dan kesehatan kerja ini tidak dapat terwujud dan dirasakan manfaatnya, jika hanya bertopang pada peran tenaga kerjasaja tetapi juga perlu peran dari pimpinan (Mangkunegara, 2002).

Pencegahan Kecelakaan Kerja
Sasaran pencegahan kecelakaan adalah mencegah terjadinya  kecelakaan  dan  jika  kecelakaan  terjadi,  mencegahnya  agar  tidak terulang kembali. Prosedur pencegahan kecelakaan kerja adalah mengidentifikasi bahaya, menghilangkan bahaya, mengurangi bahaya  hingga seminim mungkin jika penghilangan bahaya tidak dapat dilakukan, melakukan penilaian resiko residual, mengendalikan resiko residual (Ridley, 2004).
Terdapat beberapa teknik praktis yang digunakan untuk pencegahan kecelakaan kerja. Berikut adalah teknis praktis yang digunakan.
a.   Nyaris
Nyaris yaitu membudayakan pelaporan kecelakaan yang nyaris terjadi, menyelidikinya untuk mencegah kecelakaan serius, menumbuhkan budaya tidak saling menyalahkan.
b.   Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya yaitu dengan melakukan inspeksi, melalui patroli dan inspeksi keselamatan kerja, dan sebagainya, laporan dari operator, laporan dalam jurnal-jurnal teknis.
c.   Penyingkiran Bahaya
Penyingkiran  bahaya  yaitu  dengan  sarana-sarana teknis,  mengubah  pabrik, mengubah  material,  mengubah  proses,  pengukuran  bahaya,  yaitu  dengan sarana teknis memodifikasi perlengkapan, pemberian perlindungan/kumbung, pemberian alat pelindung diri.
d.   Pengendalian Resiko Residual
Pengendalian  resiko  residual  yaitu  dengan  sarana  teknis-alarm,  pemutusan aliran, dan sebagainya, sistem kerja yang aman, pelatihan para pekerja (Ridley, 2004).

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja adalah bagian sistem manajemen yang meliputi organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan, prosedur proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian pemeliharan kebijakan kesehatan dan keselamatan dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja agar tercipta tempat kerja yang aman dan produktif (Sastrohadiwiryo, 2005).
Langkah-langkah dalam mengembangkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja terbagi menjadi 7 yaitu peraturan perundang-undangan dan standar, menetapkan kebijakan K3 perusahaan, mengorganisasikan, merencanakan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja, penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja, mengukur dan memantau hasil pelaksanaan dengan menggunakan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu, melakukan audit dan meninjau ulang secara menyeluruh. Peraturan perundang-undangan dan standar K3 yang belaku dalam perusahaan dibuat oleh tim yang dibentuk khusus oleh perusahaan. Hasil identifikasi yang telah dilakukan kemudian disusun peraturan K3 perusahaan dan pedoman pelaksanaan K3. Kebijakan K3 perusahaan menegaskan keterkaitan perusahaan terhdapa pelaksanan K3 dengan melaksanakan semua ketentuan K3 yang berlaku sesuai dengan operasi perusahaan, melindungi keselamatan dan kesehatan semua pekerja. Mengorganisasikan digunakan untuk melaksanakan kebijakan K3 secara efektif dengan peran serta semua tingkatan manajemen dan pekerja. Bagian Top Manajemen menempatkan organisasi K3 diperusahaan serta dukungan yang diberikan merupakan pencerminan dari komitmen terhadap K3. Merencanakan SMK3 harus dilakukan oleh perusahaan untuk membuat perencanaan yang efektif guna mencapai keberhasilan penerapan dan kegiatan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Penerapan SMK3 dilakukan oleh perusahaan dengan menyediakan tenaga kerja yang memiliki kualifikasi, sarana yang memadai sesuai dengan sistem manajemen K3 yang diterpakan dengan membuat prosedur yang dapat memantau manfaat yang akan didapat maupun biaya yang harus dikeluarkan. Mengukur dan memantau hasil pelaksanaan dengan menggunakan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu, terdapat dua macam ukuran yang dapat digunakan yaitu ukuran yang bersifat reaktif yang didasarkan pada kejadian kecelakaan dan ukuran yang bersifat proaktif karena didasarkan kepada upaya dari keseluruhan sistem. Melakukan audit dan meninjau ulang secara menyeluruh (Azmi, 2009).

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
      OHSAS memiliki model SMK3 yang tercantum dalam OHSAS 18001  2007 mengenai standar SMK3. Standar OHSAS berdasarkan pada metodologi Plan-Do-Check-Act (PDCA). Plan atau perencanaan, yaitu menentukan tujuan dan proses yang diperlukan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan kebijakan K3 perusahaan. Do atau pelaksanaan, yaitu mengimplementasikan proses yang telah direncanakan. Check atau pemeriksaan, yaitu memantau dan menilai pelaksanaan proses berdasarkan kebijakan K3, tujuan, standar serta persyaratan lainnya, dan melaporkan hasilnya. Act atau pengambilan tindakan, yaitu mengambil tindakan untuk meningkatkan performansi K3 secara terus menerus (Uajy, 2015). Kebijakan DEPNAKER di bidang K3 menganjurkan bahwa pendekatan preventif dari aspek K3 dapat dimulai dari pemilihan teknologi dan prosedur penerapan yang baik (Aditama, 2006).

Prinsip Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
      Berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tersirat pengertian K3 yaitu secara filosofi didefinisikan sebagai upaya dan pemikiran dalam menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun rohani manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya serta hasil karya dan budayanya dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Secara keilmuan K3 didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi pencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Lalu kelemahan sistem manajemen yaitu faktor ini berkaitan dengan kurang adanya kesadaran dan pengetahuan dari pucuk pimpinan terhadap peran pentingnya K3 yang meliputi sikap manajemen yang tidak memperhatikan K3 ditempat kerja, organisasi yang buruk dan tidak adanya pembagian tanggung jawab dan pelimpahan wewenang bidang K3 secara jelas dan sistem dan prosedur kerja yg lunakatau penerapan yang tidak tegas dan tidak adanya standar atau kode K3 yang dapat diandalkan. Prosedur pencatatan dan pelaporan kecelakaan atau kejadian yang kurang baik (Schuller,1999).
Kelemahan sistem manajemen ini mempunyai peranan yang sangat besar sebagai penyebab kecelakaan, karena sistem manajemenlah yang mengatur unsur produksi. Sehingga sering dikatakan bahwa kecelakaan merupakan manifestasi dan adanya kesalahan manajemen dalam sistem manajemen yang menjadi penyebab masalah dalam proses produksi. Sedangkan sistem manajemen adalah merupakan rangkaian proses kegiatan manajemen yang teratur dan integrasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Schuller,1999).
Upaya K3 sering dikaitkan bahwa pencegahan kecelakaan pada dasarnya adalah penanggulangan risiko perusahaan melalui pengendalian rugi secara keseluruhan. Guna mengatasi permasalahan dan yang tidak memenuhi persyaratan K3   diperlukan   usaha-usaha   keselamatan   dan   kesehatan   kerja   yang   pada hakekatnya merupakan tanggung jawab dan kepentingan bersama semua pihak yaitu pengusaha, tenaga kerja maupun pemerintah. Usaha tersebut pada dasarnya telah tersirat dan tersurat dalam Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang kerja dan merupakan suatu tujuan yang hendak dicapai yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum artinya melindungi tenaga kerja di tempat kerja agar selalu terjamin keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan peningkatan produksi dan produktifitas kerja, melindungi setiap orang lain yang berada di tempat kerja yang selalu dalam keadaan selamat dan sehat. Tujuan umum lainnya adalah melindungi bahan dan peralatan produksi agar dapat digunakan secara aman serta efisien. Tujuan khusus artinya mencegah atau mengurangi kecelakaan kerja, kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja (Schuller,1999).
 
Tujuan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
        Sistem manajemen K3 merupakan konsep pengelolaan K3 secara sistematis dan komprehensif dalam suatu sistem manajemen yang utuh melalui proses perencanaan, penerapan, pengukuran dan pengawasan (Ramli, 2010). Berikut ini adalah tujuan dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja:
a.         Sebagai alat ukur kinerja K3 dalam organisasi
Sistem manajemen K3 digunakan untuk menilai dan mengukur kinerja penerapan K3 dalam organisasi. Dengan membandingkan pencapaian K3 organisasi dengan persyaratan tersebut, organisasi dapat mengetahui tingkat pencapaian K3. Pengukuran ini dapat dilakukan melalui sistem audit sistem manajemen K3.
b.        Sebagai pedoman implementasi K3 dalam organisasi
Sistem manajemen K3 dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam mengembangkan sistem manajemen K3. Beberapa bentuk sistem manajemen K3 yang digunakan sebagai acuan misalnya ILO OHSMS Guidelines, API HSE MS Guidelines dan lainnya.
c.         Sebagai dasar penghargaan (awards)
Sistem manajemen K3 juga digunakan sebagai dasar untuk pemberian penghargaan K3 atas pencapaian kinerja K3, penghargaan K3 diberikan baik oleh instansi pemerintah maupun lembaga independen lainnya seperti Sword of Honour dari British Safety Council. Penghargaan K3 diberikan atas pencapaian kinerja K3 sesuai dengan tolak ukur masing-masing.
d.        Sebagai sertifikasi
Sistem manajemen K3 juga dapat digunakan untuk sertifikasi penerapan manajemen K3 dalam organisasi. Sertifikasi diberikan oleh lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh suatu badan akreditasi (Ramli, 2010).

Sumber:
       Aditama, 2006. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Universitas Indonesia.
Azmi, Rahimah. 2009. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja oleh P2K3 untuk Meminimalkan Kecelakaan Kerja di PT. Wijaya Karya Beton Medan Tahun 2008. Medan. Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14644/1/09E01016.pdf. Diakses tanggal 6 Mei 2015.
Mangkunegara, Anwar Prabu.   2002.   Manajemen   Sumber   Daya   Manusia
Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Dian Rakyat.
Ridley, John. 2004. Health  & Safety In Brief.  Third Edition. Langford Lane
Kiddlington: Elsevier Ltd.
Sastrohadiwiryo, Susanto. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Schuller,  R.S.  dan  S.E.  Jackson. 1999.  Manajemen  Sumber  Daya  Manusia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Siagian, P.  2003. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.
Silalahi, Bennet., & Rumondang Silalahi. 1995.   Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Simanjuntak, P. J., 1994. Manajemen Keselamatan Kerja. Jakarta: Himpunan
Pembina Sumberdaya Manusia Indonesia (HIPSMI).
Sudrajana,  PJ.  1996.  Teknik  Keselamatan  dan  Kesehatan  Kerja.  Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Suma’mur, 2001, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV Haji Masagung.